Dua Pasang Hati
A
A
A
Ternyata... diam-diam, cowok itu yang menolongnya? Lara menghentikan langkahnya satu detik, menyeka air matanya, terharu saat tahu siapa yang ternyata menolongnya selama ini.
Mungkin nggak sih...Keenan selama ini...? Akhirnya, lima menit kemudian...Lara tiba di dalam rumah. Masih di suasana yang sama, gelap dan hanya lampu hias yang jadi penerangnya. Tiba-tiba, sayup suara lagu Ed Sheeran-Thinking Out Loud menggema memecah kesunyian ruangan.
Dan tepat saat itu pula, lampu LCD dari layar proyektor memunculkan sebuah video, yang menampilkan saat Keenan diamdiam masuk ke kamar inapnya, terduduk berjaga di samping tempat tidur Lara. Cowok itu tak mengeluarkan sepatah kata, melainkan menarik selimut Lara pelan-pelan, dan menyelimutinya. Selanjutnya di video itu, Keenan mengelus kepala Lara penuh sayang.
Sama seperti waktu Lara kecil, Keenan membelai kepalanya. “Yang penting lo masih bisa selamat, Ra. Itu aja udah cukup buat gue,” ucap Keenan di video itu. Dada Lara semakin sesak saat menyaksikan video itu, air matanya kembali membuncah, saat suara berat Keenan terdengar begitu lirih di telinganya. Ia menundukkan kepalanya sedih sekaligus bahagia, tak sanggup lagi berkata-kata, kini jawaban kegalauan hatinya sudah terjawab.
Belum berhenti di situ, video selanjutnya memutar hari kedua... ketika Keenan malam itu kembali ke kamarnya. Diam-diam ia memerhatikan wajah Lara, dan kembali menjaganya. Cowok itu menopang dagunya dengan tangan, tepat di samping kasur Lara, dan tibatiba saja.. cowok itu tanpa sengaja mengecup kening Lara, dan kemudian meski wajahnya terlihat lelah dan mengantuk, pria itu tetap berada di sampingnya.
Dan.. coba lihat itu, perlahan wajah Keenan yang biasanya ketus itu, mengurai senyum tulus! Selanjutnya cowok itu mencium jemari jentik Lara yang ditusuk-tusuk oleh jarum infus. Astaga...Lara membungkam mulutnya tak percaya. Selama itukah Keenan begitu mencintai dan menyayanginya setulus itu? “Cepet sembuh ya, Ra.
Maafin gue, nggak bisa jagain lo baik-baik,” ujar Keenan lembut, sambil kembali mengecup mata Lara yang sedang tertidur pulas. Lara tak mampu lagi berkata-kata, begitu Keenan meninggalkan kamarnya. Tunggu.. bukankah saat itu, Lara melihat bayang seorang dokter yang menyelinap masuk ke kamarnya, malam itu? Jadi... selama ini yang dikiranya hantu itu sebenernya Keenan? Lara menyeka air mata harunya.
Ia baru mengerti sekarang, rupanya malam itu Keenan sengaja berkilah pulang malam karena sibuk. Tetapi sebetulnya, pria itu menunggu dan memastikannya sampai Lara benarbenar merasa nyaman dan tenang. Perlahan senyum bahagia mengembang di wajahnya. “Cha, Keenan mana?” tanya Lara, menyadari cowok itu sejak tadi belum ada.
Ia mencubit pelan lengan Echa, “Eh, lo bohongin gue ya? Katanya ini acara lo?” Yang akhirnya dibalas dengan cengiran jahil, khas cewek itu. “Lara!” Sebuah suara mengejutkan Lara. Ardio? Lara memandangnya tak mengerti, lalu mengarahkan tatapan yang sama pada sobatnya. “Maafin kita semua ya, belakangan ini bikin lo bingung.”
“Hah? Apa maksud lo?” balas Lara dengan suara yang mulai sengau. Sahabatnya itu menolehkan kepala Lara ke arahnya, “Lara... selama ini gue, Ardio dan...Gavin yang ngerencanain ini semua, buat kalian berdua.” “Ngerencanain? Rencanain apa?” tanya Lara masih nggak mengerti. “Ngerencanain supaya lo dan Keenan bisa beneran pacaran. Dengan cara...”
“Satu, gue yang pura-pura deketin lo, supaya Keenan cemburu. Dengan gitu, Keenan pasti nunjukkin rasa agresifnya ke lo. Tapi tetep, si ketat itu masih aja sembunyi-sembunyi sama lo. Kedua...” Lara menatap Ardio tak percaya. Selama ini... orang yang hampir aja dibencinya seumur hidup itu, ternyata mempunyai peran paling penting demi menyatukan Keenan dan dirinya? Astaga...
“Kedua...sebenernya... yang ngirim SMS-SMS mesra itu... kerjaan gue, Ra. Ya, pasti kan lo nuduh Ardio? Karena lo tau, Ardio bersikap aneh sama lo belakangan itu. Sebenernya sih.. gue nggak tau tuh, siapa Aryo Dimas Octavianus, yang kata lo namanya disingkat jadi AR-DI-O, hehehe.
Kebetulan aja namanya bisa disingkat, sama kayak nama Ardio, makanya gue suruh dia pake nama itu, buat ngecoh lo berdua.” Lara menganga persis kayak sapi ompong, mengerjapkan matanya tak percaya dengan semua ide gila sahabat-sahabatnya. (bersambung)
OLEH: VANIA M. BERNADETTE
Mungkin nggak sih...Keenan selama ini...? Akhirnya, lima menit kemudian...Lara tiba di dalam rumah. Masih di suasana yang sama, gelap dan hanya lampu hias yang jadi penerangnya. Tiba-tiba, sayup suara lagu Ed Sheeran-Thinking Out Loud menggema memecah kesunyian ruangan.
Dan tepat saat itu pula, lampu LCD dari layar proyektor memunculkan sebuah video, yang menampilkan saat Keenan diamdiam masuk ke kamar inapnya, terduduk berjaga di samping tempat tidur Lara. Cowok itu tak mengeluarkan sepatah kata, melainkan menarik selimut Lara pelan-pelan, dan menyelimutinya. Selanjutnya di video itu, Keenan mengelus kepala Lara penuh sayang.
Sama seperti waktu Lara kecil, Keenan membelai kepalanya. “Yang penting lo masih bisa selamat, Ra. Itu aja udah cukup buat gue,” ucap Keenan di video itu. Dada Lara semakin sesak saat menyaksikan video itu, air matanya kembali membuncah, saat suara berat Keenan terdengar begitu lirih di telinganya. Ia menundukkan kepalanya sedih sekaligus bahagia, tak sanggup lagi berkata-kata, kini jawaban kegalauan hatinya sudah terjawab.
Belum berhenti di situ, video selanjutnya memutar hari kedua... ketika Keenan malam itu kembali ke kamarnya. Diam-diam ia memerhatikan wajah Lara, dan kembali menjaganya. Cowok itu menopang dagunya dengan tangan, tepat di samping kasur Lara, dan tibatiba saja.. cowok itu tanpa sengaja mengecup kening Lara, dan kemudian meski wajahnya terlihat lelah dan mengantuk, pria itu tetap berada di sampingnya.
Dan.. coba lihat itu, perlahan wajah Keenan yang biasanya ketus itu, mengurai senyum tulus! Selanjutnya cowok itu mencium jemari jentik Lara yang ditusuk-tusuk oleh jarum infus. Astaga...Lara membungkam mulutnya tak percaya. Selama itukah Keenan begitu mencintai dan menyayanginya setulus itu? “Cepet sembuh ya, Ra.
Maafin gue, nggak bisa jagain lo baik-baik,” ujar Keenan lembut, sambil kembali mengecup mata Lara yang sedang tertidur pulas. Lara tak mampu lagi berkata-kata, begitu Keenan meninggalkan kamarnya. Tunggu.. bukankah saat itu, Lara melihat bayang seorang dokter yang menyelinap masuk ke kamarnya, malam itu? Jadi... selama ini yang dikiranya hantu itu sebenernya Keenan? Lara menyeka air mata harunya.
Ia baru mengerti sekarang, rupanya malam itu Keenan sengaja berkilah pulang malam karena sibuk. Tetapi sebetulnya, pria itu menunggu dan memastikannya sampai Lara benarbenar merasa nyaman dan tenang. Perlahan senyum bahagia mengembang di wajahnya. “Cha, Keenan mana?” tanya Lara, menyadari cowok itu sejak tadi belum ada.
Ia mencubit pelan lengan Echa, “Eh, lo bohongin gue ya? Katanya ini acara lo?” Yang akhirnya dibalas dengan cengiran jahil, khas cewek itu. “Lara!” Sebuah suara mengejutkan Lara. Ardio? Lara memandangnya tak mengerti, lalu mengarahkan tatapan yang sama pada sobatnya. “Maafin kita semua ya, belakangan ini bikin lo bingung.”
“Hah? Apa maksud lo?” balas Lara dengan suara yang mulai sengau. Sahabatnya itu menolehkan kepala Lara ke arahnya, “Lara... selama ini gue, Ardio dan...Gavin yang ngerencanain ini semua, buat kalian berdua.” “Ngerencanain? Rencanain apa?” tanya Lara masih nggak mengerti. “Ngerencanain supaya lo dan Keenan bisa beneran pacaran. Dengan cara...”
“Satu, gue yang pura-pura deketin lo, supaya Keenan cemburu. Dengan gitu, Keenan pasti nunjukkin rasa agresifnya ke lo. Tapi tetep, si ketat itu masih aja sembunyi-sembunyi sama lo. Kedua...” Lara menatap Ardio tak percaya. Selama ini... orang yang hampir aja dibencinya seumur hidup itu, ternyata mempunyai peran paling penting demi menyatukan Keenan dan dirinya? Astaga...
“Kedua...sebenernya... yang ngirim SMS-SMS mesra itu... kerjaan gue, Ra. Ya, pasti kan lo nuduh Ardio? Karena lo tau, Ardio bersikap aneh sama lo belakangan itu. Sebenernya sih.. gue nggak tau tuh, siapa Aryo Dimas Octavianus, yang kata lo namanya disingkat jadi AR-DI-O, hehehe.
Kebetulan aja namanya bisa disingkat, sama kayak nama Ardio, makanya gue suruh dia pake nama itu, buat ngecoh lo berdua.” Lara menganga persis kayak sapi ompong, mengerjapkan matanya tak percaya dengan semua ide gila sahabat-sahabatnya. (bersambung)
OLEH: VANIA M. BERNADETTE
(bbg)